Perbedaan zakat dan pajak sangat terlihat jelas. Zakat merupakan kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran.
Kewajiban tersebut terkena kepada setiap Muslim ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya.
Sedangkan pajak dalam istilah bahasa Arab dikenal dengan Adh-Dharibah yang berarti pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak.
Sedangkan, pajak adalah suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal penyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum.
Lain hal, zakat menjadi salah satu sumber pendapatan negara pada awal masa Pemerintahan Islam. Hal itu dapat dilihat dari sejak diwajibkannya zakat kepada kaum Muslimin hingga kejayaan pemerintahan Islam.
Agar lebih paham, yuk simak sama-sama mempelajari persamaan dan perbedaan zakat dan pajak yang telah dirangkum.
Perbedaan Zakat dan Pajak
Terdapat enam perbedaan zakat dan pajak yang perlu dipahami dengan baik. Perbedaan ini dirangkum dari berbagai sumber terpercaya, di antaranya:
1. Berdasarkan Tujuannya
Zakat dan pajak memiliki tujuan yang sangat berbeda. Zakat diwajibkan bagi umat Muslim dengan tujuan untuk membersihkan harta dan menyucikan jiwa. Dalam setiap harta yang diperoleh, ada bagian yang menjadi hak orang yang membutuhkan.
Selain itu, zakat merupakan perintah langsung dari Allah, yang kedudukannya setara dengan kewajiban sholat. Sementara itu, pajak merupakan kewajiban yang diatur oleh undang-undang, yang harus dipatuhi oleh warga negara.
Pajak bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat dalam suatu negara dapat menikmati fasilitas sosial yang adil dan merata.
Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh mereka yang berada dalam golongan ekonomi menengah ke bawah, tetapi juga oleh mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah atas.
Beberapa contoh fasilitas sosial yang dibiayai melalui pajak adalah pembangunan jalan raya, jalan tol, BPJS, subsidi pendidikan, dan lain sebagainya.
2. Pengelolaan
Dari segi pengelolaan, zakat dan pajak juga berbeda. Zakat dikelola oleh amil, yaitu individu yang dipercaya untuk mengurus zakat. Di masjid yang memiliki pengelolaan yang baik, biasanya ada panitia khusus untuk zakat.
Selain di masjid, amil zakat juga dapat ditemukan di lembaga sosial yang telah terjamin kredibilitasnya. Di sisi lain, pajak dikelola oleh negara melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Masyarakat tidak diperbolehkan untuk membuat pengelolaan pajak sendiri, karena pengaturan pajak sudah diatur dalam perundang-undangan.
3. Golongan Penerima
Zakat memiliki penerima yang sangat spesifik, yakni delapan asnaf yang telah diatur dalam surat At-Taubah ayat 60. Delapan kelompok tersebut adalah fakir, miskin, gharim, riqab, mualaf, fisabilillah, ibnu sabil, dan amil zakat.
Penyaluran zakat dapat berupa uang, makanan, atau program pemberdayaan. Berikut penjelasan mengenai siapa saja yang berhak menerima zakat:
- Fakir: Mereka yang memiliki harta, namun jumlahnya sangat terbatas dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
- Miskin: Mereka yang memiliki sedikit harta, namun penghasilan sehari-hari hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan minum.
- Amil: Individu yang mengelola zakat, mulai dari penerimaan hingga penyaluran kepada yang berhak.
- Mualaf: Mereka yang baru saja memeluk Islam, dengan tujuan agar mereka semakin teguh dalam keyakinannya terhadap Islam.
- Riqab (Memerdekakan Budak): Zakat digunakan untuk membebaskan budak di masa lalu. Pada masa itu, orang-orang yang menebus budak juga berhak menerima zakat.
- Gharim (Orang yang Memiliki Hutang): Mereka yang memiliki hutang dan membutuhkan bantuan untuk membayarnya. Namun, orang yang berhutang untuk tujuan yang tidak baik, seperti perjudian, tidak berhak menerima zakat.
- Fi Sabilillah: Semua kegiatan yang dilakukan demi kepentingan agama dan masyarakat, seperti pendidikan, dakwah, kesehatan, dan panti asuhan.
- Ibnu Sabil: Mereka yang sedang dalam perjalanan jauh, termasuk pekerja dan pelajar yang merantau.
Sementara itu, pajak tidak hanya ditujukan untuk membantu golongan masyarakat yang kurang mampu, namun juga disalurkan untuk berbagai sektor, seperti pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur, yang manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh warga negara.
4. Syarat Membayar
Untuk membayar zakat, seseorang harus memenuhi beberapa syarat, yaitu beragama Islam, berakal sehat, sudah baligh (dewasa), dan memiliki harta yang telah mencapai nisab serta haul.
Nisab zakat ini telah ditentukan dalam hadis dan kesepakatan para ulama. Sementara itu, syarat untuk membayar pajak ditentukan berdasarkan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh seorang individu, dengan angka minimal yang telah ditetapkan oleh negara.
Pajak dikenakan kepada setiap penduduk yang memenuhi kriteria pendapatan yang telah ditentukan. Di Indonesia, kewajiban pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 yang diterbitkan pada 27 Juni 2016.
Penduduk yang wajib membayar pajak adalah mereka yang memiliki pendapatan tahunan sebesar 54 juta rupiah. Artinya, penduduk dengan pendapatan minimal 4,5 juta rupiah per bulan wajib membayar pajak.
Sebagai informasi tambahan, pemerintah mendukung pengelolaan zakat dengan memberikan fasilitas pengurangan pajak (tax deductible).
Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dapat dikecualikan dari objek pajak, dengan syarat bahwa zakat tersebut diterima oleh badan amil zakat atau lembaga keagamaan yang telah disahkan oleh pemerintah.
Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pasal 22 menyatakan bahwa zakat yang dibayarkan kepada badan atau lembaga amil zakat dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23 juga mengatur bahwa badan atau lembaga amil zakat wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap pemberi zakat, yang kemudian dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan kena pajak.
Tujuan dari aturan ini adalah untuk meringankan beban umat Islam yang ingin menunaikan zakat dan menghindari adanya beban ganda.
Selain itu, aturan ini juga mendorong umat Islam untuk taat beragama dan peduli terhadap sesama yang membutuhkan. Ketentuan ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2010.
Selain itu, ketentuan mengenai zakat juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2018. Aturan ini tidak hanya mengatur zakat bagi umat Islam, tetapi juga untuk lembaga keagamaan lain seperti agama Buddha, Katolik, dan Kristen.
Misalnya, persepuluhan dalam agama Kristen yang diberikan kepada lembaga BAKKAT juga mendapatkan fasilitas yang serupa sesuai ketentuan yang berlaku.
Penerapan zakat sebagai pengurang pajak telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2011 tentang Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat.
Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa wajib pajak yang mengurangi penghasilan dengan zakat wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran zakat saat menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
Misalnya, jika seseorang membayar zakat fitrah pada tahun 2021, bukti pembayaran tersebut harus disimpan untuk dilampirkan saat melaporkan SPT Tahunan PPh di tahun 2022.
Pasal 2 ayat 2 menjelaskan bahwa bukti pembayaran zakat harus memuat nama lengkap wajib pajak, NPWP pembayar, total pembayaran, tanggal pembayaran, nama badan amil zakat atau lembaga yang disahkan pemerintah, tanda tangan petugas lembaga pengumpul zakat jika pembayaran dilakukan langsung, dan validasi petugas bank jika pembayaran dilakukan melalui transfer bank.
Namun, zakat tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika zakat tersebut tidak dibayarkan kepada badan amil zakat yang disahkan pemerintah atau jika bukti pembayaran tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Daftar badan amil zakat yang disahkan pemerintah dapat ditemukan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2021.
Dalam peraturan ini tercantum 89 badan/lembaga amil zakat yang tersebar di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, yang melayani semua agama yang diakui di Indonesia, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat Laz (LAZ).
5. Alat dan Nominal Pembayaran
Zakat dan pajak memiliki cara pembayaran yang berbeda. Pajak dibayar dengan menggunakan uang tunai, sementara pembayaran zakat bisa berupa makanan pokok, hasil pertanian, hewan ternak, atau uang tunai.
Besaran pajak yang dikenakan bervariasi. Untuk pendapatan antara 4,5 hingga 50 juta rupiah per bulan, pajak yang dikenakan adalah 5%.
Pendapatan antara 50 hingga 250 juta dikenakan pajak sebesar 15%, sementara pendapatan antara 250 hingga 500 juta dikenakan pajak 25%. Untuk pendapatan di atas 500 juta per bulan, pajak yang dikenakan adalah 30%.
Di sisi lain, zakat, meskipun sudah mencapai nisab, dikenakan tarif 2,5% terlepas dari jumlah uang tunai yang dimiliki.
Nilai zakat ini jauh lebih kecil dibandingkan pajak, karena zakat difokuskan untuk membantu sesama umat Muslim, sementara pajak bertujuan untuk membangun negara yang membutuhkan dana lebih besar.
Jika zakat yang dibayarkan berasal dari hasil pertanian atau peternakan, perhitungannya tidak mengikuti tarif 2,5%. Setiap jenis hasil pertanian atau ternak memiliki nisab yang telah ditentukan dalam hadis Rasulullah dan kesepakatan para ulama.
6. Waktu Pembayaran
Sejumlah ulama dan ahli fiqih sepakat bahwa pembayaran zakat fitrah dibagi menjadi lima waktu, yaitu sebagai berikut:
a. Waktu Mubah
Waktu mubah untuk membayar zakat fitrah adalah sepanjang bulan Ramadhan. Umat Muslim diperbolehkan membayar zakat dari awal hingga akhir bulan Ramadhan.
b. Waktu Wajib
Waktu wajib untuk membayar zakat adalah ketika matahari mulai terbenam di akhir bulan Ramadhan. Ini adalah waktu yang paling utama untuk membayar zakat fitrah.
c. Waktu Sunah
Pembayaran zakat juga diperbolehkan pada waktu sunah, yaitu setelah shalat Subuh dan sebelum waktu shalat Idul Fitri.
d. Waktu Makruh
Waktu makruh untuk membayar zakat adalah pada tanggal 1 Syawal, setelah shalat Idul Fitri hingga matahari terbenam.
e. Waktu Haram
Waktu yang diharamkan untuk membayar zakat fitrah adalah setelah matahari terbenam pada 1 Syawal atau setelah lewat tanggal tersebut.
Penting untuk memastikan membayar zakat sebelum akhir bulan Ramadhan, karena setelah itu hukum membayar zakat menjadi makruh bahkan haram.
Sementara itu, pembayaran pajak di Indonesia dilakukan setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Pajak dikenakan setiap bulan, dan jika terlambat, akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Persamaan Zakat dan Pajak
Terdapat beberapa kesamaan antara zakat dan pajak yang sering menjadi pertanyaan. Berdasarkan beberapa sumber, berikut adalah persamaan antara zakat dan pajak:
- Keduanya memiliki unsur paksaan.
- Pajak dan zakat disalurkan melalui lembaga yang mengelola.
- Tidak ada imbalan tertentu bagi mereka yang membayar pajak atau zakat kepada lembaga penerima.
- Keduanya bertujuan untuk mendukung aspek sosial, ekonomi, dan politik tertentu.
Secara rinci, zakat dan pajak memiliki persamaan karena keduanya mengharuskan pengeluaran sebagian harta menurut aturan yang berlaku di masyarakat.
Zakat dibayar sesuai dengan syariat Islam, sedangkan pajak dibayar berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku di suatu negara.
“…dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”
(QS. Al-Baqarah: 43)
Persamaan lainnya adalah bahwa jumlah yang dibayarkan untuk zakat dan pajak ditentukan berdasarkan persentase tertentu dan berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat.
Keduanya juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tentunya, kita semua ingin Indonesia semakin maju, bukan?
Namun, zakat dan pajak juga memiliki perbedaan, mulai dari tujuan hingga penerapannya. Keliru jika kita merasa sudah membayar zakat dan tidak perlu membayar pajak, begitu juga sebaliknya.
Zakat dan pajak masing-masing memiliki fungsi dan perannya. Sebagai umat Islam yang taat kepada Allah SWT, kita wajib menunaikan zakat apabila sudah memenuhi syarat.
Jika penghasilan bulanan kita telah memenuhi batas minimal wajib pajak, maka kita juga harus membayar pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Melalui pembayaran pajak, kita turut berkontribusi untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia.
Namun, terdapat beberapa kendala dalam penerapan zakat sebagai pengurang pajak di Indonesia, antara lain kurangnya pemahaman wajib pajak mengenai aturan dan syarat yang harus dipenuhi agar zakat dapat dijadikan pengurang pajak.
Selain itu, banyak wajib pajak yang membayar zakat ke badan atau lembaga yang tidak disahkan oleh pemerintah karena kurangnya informasi mengenai lembaga amil zakat yang sah.
Ada juga keengganan dari wajib pajak untuk mencantumkan jumlah zakat pada SPT PPh Tahunan karena takut dianggap riya. Zakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam untuk menyempurnakan keislamannya.
Selain itu, berdasarkan peraturan yang berlaku, zakat dapat dikecualikan dari objek pajak jika diserahkan kepada badan atau lembaga amil zakat yang telah disahkan oleh pemerintah.
Bukti pembayaran zakat yang diterima dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan kena pajak PPh, sehingga jumlah pajak yang harus dibayar dalam SPT Tahunan PPh menjadi berkurang.
Sebagai penutup, dengan memahami perbedaan zakat dan pajak, kita dapat menjalankan kewajiban masing-masing sesuai dengan aturan yang berlaku, baik sebagai umat Islam maupun sebagai warga negara yang bertanggung jawab.